Setiap usaha manusia selalu membutuhkan energi. Salah satu usaha manusia adalah bekerja. Didalam proses bekerja inilah energi sangat dibutuhkan sebagai bagian dari proses usaha.
“Jadi energi ini diperlukan untuk melakukan kerja kan Pakdhe ?”“ya, Thole. Seperti makanan buat manusia, dibutuhkan sebagai bahan untuk tumbuh kembang dan untuk berkarya”.
Jadi seandainya manusia yang memiliki beras (gas) menjual nasi (lng) tapi tidak memperoleh ketela (listrik) sekalipun, maka sudah dipastikan akan terjadi gangguan kesehatan.
Cadangan Energi di Indonesia

Dibenak hampir semua pengamat ekonomi ataupun ekonomi energi, jumlah MWe serta jutaan tonne batubara dan jutaan barrel yg ada tersebar di Indonesia itu bukan sumberdaya “energi sebagai ENERGI” tetapi “komoditi ekonomi” atau “barang dagangan”. Sehingga di Indonesia ini energi kurang dianggap sebagai potensi untuk mengembangkan diri tetapi untuk sekedar memenuhi kebutuhan konsumsi hidup dengan dagang.


Apa iya subsidi itu tabu ?
Aturan harga dibuat disesuaikan dengan harga dunia, atau harga global. Sehingga terpaksa merasa “tabu” memasukkan subsidi didalamnya.
Perbedaan yang harus ada dalam carapandang energi sebagai energi dan energi sebagai komoditi adalah bahwa dalam memandang sumberdaya alam energi sebagai energi HARUS ada aturan kewajiban memanfaatkan energi ini untuk kebutuhan dalam negeri. Pembatasan penjualan gas merupakan contoh yg pas, yang tentusaja akan ditentang pengamat energi sebagai komoditi. Dan semestinya kita tidak harus malu mensubsidi kebutuhan energi dalam negeri.
KEN 2005 (Kebijakan Energi Nasional PP-5 tahun 2005) serta Blueprint-PEN (pengelolaan Energi Nasional) 2005 merupakan sebuah skenario pemerintah (cq DESDM) mengenai bagaimana energi dinggap sebagai energi, namun karena perundangan penggaliannya (eksplorasi dan eksploitasi) sendiri masih belum melihat sumberdaya energi sebagai energi, maka KEN 2005 dan blueprint – PEN 2005 akan sangat sulit direalisasikan.
Ini komoditi atau energi
Kalau saja menganggap “energi” sebagai “ENERGI“, maka sumberdaya alam ini mestinya akan dimanfaatkan didalam negeri sebagai “kerja“, dimana multiplier effectserta nilai tambah menjadi inti dari hidupnya masyarakat Indonesia.


Sepertinya Indonesia ini memang malas bekerja, lebih berpikir menjual energi ketimbang memanfaatkan energi sebagai kerja. Energi harus dimanfaatkan dalam bentuk kerja. Artinya manusia Indonesia harus menjadikan energi ini sebagai konsumsi kerja di industri atau kebutuhan kerja lainnya.